Senin, 23 Desember 2013

POTENSIALITAS DAN REALITAS

       Mungkin disini orang akan membantah: apakah seseorang baru menjadi manusia apabila ia mengambil tindakan? Bukankah tindakan manusia ditentukan oleh kenyataannya, yaitu oleh bakat, ciri, sifat dan wataknya? Hegel sendiri menulis: “Tindakan itu hanyalah penterjemahan dari bentuk kenyataan yang belum dilahirkan ke bentuk yang dilahirkan”. Menurut Hegel pun manusia itu bukanlah “sesuatu ketidakadaan sedang bekerja ke arah ketidakadaan” (“ein Nichts in das Nichts hinarbeitend”), melainkan berkerja menurut hakekatnya. Tetapi kalau itu betul, apakah kita masih berhak untuk mengatakan bahwa baru dalam pekerjaan (dan dalam tindakan-tindakan lain) manusia menjadi nyata?
  Mari kita bertanya: apabila seseorang menutup matanya, apakah itu berarti bahwa ia tidak dapat melihat? Jawabannya ialah bahwa tentu ia dapat melihat, tetapi de facto ia tidak melihat. Apabila manusia menutup mata, kemampuannya untuk melihat itu suatu realitas negatif dan tak nyata padanya. Karena dengan mata tertutup, kenyataan yang diperoleh orang melalui kegiatan melihat itu justru tidak ada padanya. Dalam hal melihat orang itu tidak tentu dan tidak nyata.
  Jadi bertindak itu tidak berarti bahwa sesuatu begitu saja diciptakan sari kekosongan, melainkan bahwa suatu potensialitas dijadikan realitas. Potensialitas sendiri hanyalah suatu keterbukaan kosong, hanyalah segi bayangan dari kenyataan. Kemungkinan orang untuk menjadi ini atau itu sesuatu yang abstrak, yang baru menjadi nyata, apabila manusia dalam tindakan menentukan diri secara kongkret ke salah satu dari kemungkinan-kemungkinan itu. Apabila seseorang berbakat untuk belajar, itu belum tentu berarti bahwa ia akan menjadi belajar, apalagi belum tentu dia akan belajar apa, dan jumlah mahasiswa yang gagal karena malas memperlihatkan kepada kita perbedaan antara kemungkinan dan kenyataan.

Tidak ada komentar: