Selasa, 14 Oktober 2014

Non-Muslim Memeluk Islam

     Perkawinan non-Muslim baik Ahlul Kitab maupun Musyrik, dapat dibagi atas dua keadaan. Pertama, perjawinan itu terjadi diantara mereka setelah mereka hijrah dan dilakukan di Darul Islam. Kedua, perkawinan itu terjadi di negeri yang diperintah secara penuh oleh kaum Muslimin. Darul Harbi adalah negeri dimana kaum Muslimin tidak mempunyai kekuasaan untuk mengaturnya.
            Perkawinan yang terjadi di antara mereka dalam dua keadaan tersebut mungkin sesuai dengan syarat dan rukun akad pernikahan Islam, mungkin berbeda. Bila persyaratan perkawinan mereka sesuai dengan perkawinan Islam, maka perkawinan mereka itu sah dalam pandangan Islam.
            Bila berbeda dengan persyaratan perkawinan Islam, ada beberapa kemungkinan. Seseorang laki-laki haram menikahi mahramnya, seperti ibu, anak, saudara perempuannya, menikahi perempuan dalam iddah, atau masih punya istri empat lalu kawin dengan perempuan lain. Mungkin juga perkawinannya itu tanpa saksi atau wali, atau nikah dengan wanita yang sudah ia jatuhi talak tiga tanpa muhallil, atau berbeda dalam segi lainnya.
            Bila terjadi akad nikah yang menyalahi persyaratan nikah Islam dan hal itu terjadi di Darul            Islam, pernikahan itu dibiarkan dan tidak dipersoalkan, asalkan terpenuhi tiga syarat. Satu, hal itu dibolehkan dalam agama mereka. Dua, tidak diajukan kepada (pengadilan) Islam. Tiga, salah satu atau kedua suami istri tidak termasuk Islam.
      Jika diajukan kepada (pengadilan) Islam atau salah satu atau keduanya masuk Islam, ada beberapa kemungkinan. Bila laki-laki kafir nikah dengan mahramnya, memadu dua wanita bersaudara, nikah dengan wanita kelima, atau nikah dengan wanita dalam iddah, maka harus dilakukan perceraian. Apabila menyalahi pernikahan Islam dari segi selain itu hubungan perkawinan dapat berlanjut. Dalam hal terakhir ini terdapat perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat pernikahan mereka sah, ada yang berpendapat tidak sah.
        Apabila keduanya masuk Islam, ada beberapa kemungkinan. Bila keduanya masuk Islam dan perkawinan mereka tidak menyalahi persyaratan perkawinan Islam, perkawinan mereka terus berlangsung. Bila menyalahi larangan perkawinan Islam, seperti kawin dengan wanita bersaudara, salah satu harus dicerai.
    Dalam hadis dari Ibnu Abbas dinyatakan, Nabi mengembalikan putrinya, Zainab, kepada suaminya, Abi al-Qas, yang masuk Islam belakangan dari Zainab, tanpa nikah dan mahar baru.
       Dalam hadis dari Al-Dahak disebutkan, terhadap seseorang yang masuk Islam dan ia mempunyai dua istri bersaudara Nabi menyuruh menceraikan salah satu di antara keduanya.
    Dalam Hadis dari Salim disebutkan, Gailan bin Samalah yang masuk Islam bersama sepuluh seorang isterinya, Nabi menyuruhya untuk memilih empat orang isterinya, dan yang lain harus diceraikan.
       Bila salah satu masuk Islam, juga ada beberapa kemungkinan. Jika istri masuk Islam, suami tidak, harus fasakh. Ulama sepakat bahwa bila istri masuk Islam dan suaminya tidak mau menjadi Muslim, keduanya harus diceraikan.
          Jika suami masuk Islam, istrinya tetap musyrik, wajib diceraikan. Bila istrinya Ahlul Kitab, suaminya masuk Islam, perkawinan tetap berlangsung bagi yang berpendapat kawin dengan wanita Ahlul Kitab boleh. Yang menyamakan wanita Ahlul Kitab dengan wanita Musyrik, mewajibkan cerai.

Tidak ada komentar: